Alhamdulillah..Ramadhan sebentar lagi datang ne..Kalo kata orang sebelum kita melakukan perjalanan kita butuh bekal..begitu juga untuk Ramadhan kita harus prepare biar hasilnya maksmal..Naah ini dia ada beberapa bahasan mengenai Puasa Ramadhan..Semoga bermanfaat :
# Pengertian Puasa
Puasa adalah menahan diri dari semua hal yang bisa membatalkannya,
sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, dengan niat khusus.
# Hukum Meninggalkan Puasa Ramadhan
Hukum orang yang meninggalkan puasa Ramadhan, seperti hukum orang
yang meninggalkan shalat. Jika dia meninggalkan karena mengingkari
hukumnya yang wajib, maka dia dihukumi kafir. Demikian pula dengan rukun
Islam yang lain (zakat, haji, dsb).
Jika meninggalkan puasa karena malas dan menganggap remeh, sebagian
ulama tidak menghukuminya kafir, namun dianggap tidak lengkap Islamnya,
karena Rasulullah SAW mengibaratkan Islam seperti bangunan yang dibangun
di atas 5 (lima) penyangga. Jika lengkap kelima penyangga tersebut,
bangunan akan kokoh. Jika kurang lengkap, bangunan akan mudah roboh.
Jika seseorang meninggalkan puasa, hakim atau pemerintah wajib
memerintahkannya untuk bertaubat dan memberinya sanksi. Jika tidak mau
bertaubat, dalam hukum Islam, orang tersebut dipenjara dan tidak diberi
makan dan minum sampai terbenamnya matahari (Maghrib). Orang tersebut
tidak dihukumi kafir, namun dikhawatirkan akhir hayatnya mati dalam
keadaaan su-ul khatimah. Na’udzubillah…
# Hukum Puasa
Puasa mempunyai 4 (empat) macam hukum:
1. Wajib, yaitu dalam 6 macam puasa:
a. Puasa Ramadhan
b. Puasa Qadla
c. Puasa Kaffarah / penebus [seperti kaffarah dzhihar (menyamakan
punggung istrinya dengan punggung ibunya), atau kaffarah sebab
berhubungan suami istri pada siang hari bulan Ramadhan].
d. Puasa saat haji dan umrah, sebagai ganti dari menyembelih hewan ternak dalam pembayaran fidyah.
e. Puasa dalam ritual shalat Istisqa (shalat memohon turunnya hujan), jika diperintahkan oleh pemerintah.
f. Puasa nadzar.
a. Terulang tiap tahun, seperti puasa hari Arafah, puasa Tasu’a (tanggal 9), ‘Asyura (tanggal 10), dan tanggal 11
bulan Muharram, puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa pada bulan-bulan
suci (yaitu bulan Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab), puasa
10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah, dan sebagainya.
b. Tidak terulang tiap tahun, seperti puasa al ayyam al biidh
(“hari-hari putih”, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 pada tiap bulan
hijriyyah), dan puasa al ayyam as suud (“hari-hari hitam”, yaitu tanggal
28, 29, dan 30 pada tiap bulan hijriyyah).
c. Terulang tiap minggu, seperti puasa hari Senin dan Kamis.
Catatan:
- Puasa sunnah yang paling afdhal adalah puasa Nabi Dawud, yaitu satu hari puasa satu hari tidak.
3. Makruh, seperti puasa hari Jum’at saja, atau Sabtu saja, atau Ahad
saja. Tidak makruh, jika digabung dengan yang lain, misalkan Jum’at
dengan Sabtu, atau Sabtu dengan Minggu, atau 3 hari berturut-turut
(Jum’at, Sabtu, dan Minggu). Makruh juga puasa tiap hari sepanjang tahun
(puasa dahr) bagi orang yang khawatir puasa tersebut dapat membahayakan
dirinya.
4. Haram, terbagi menjadi 2 (dua) bagian:
a. Haram namun puasanya sah,yaitu puasanya seorang istri tanpa
seizin suaminya, dan puasanya seorang budak sahaya tanpa seizin tuannya.
b. Haram dan puasanya tidak sah, dalam 5 (lima) kasus:
1. Puasa saat hari Raya Idul Fitri (1 Syawwal)
2. Puasa saat hari Raya Idul Adha (10 Dzul Hijjah)
3. Puasa saat hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Dzul Hijjah.
4. Puasa separuh terakhir di bulan Syakban, yaitu tanggal 16, 17, 18 sampai akhir bulan Syakban.
5. Puasa hari syak (ragu), yaitu puasa hari ke-30 pada bulan
Syakban, jika sudah ramai dibicarakan tentang terlihatnya bulan / hilal.
Catatan:
- Kapankah boleh berpuasa pada hari syak (30 Syakban) atau pada separuh terakhir bulan Syakban?
Boleh dalam 3 (tiga) hal:
1. Jika puasanya merupakan puasa wajib, seperti puasa qadla, kaffarah atau nadzar.
2. Jika dia punya kebiasaan puasa sunnah, seperti puasa hari Senin
dan Kamis. Sudah dihukumi menjadi kebiasaannya meskipun baru satu kali
berpuasa sunnah tersebut.
3. Jika separuh terakhir pada bulan tersebut sambung dengan hari
sebelumnya, contohnya, seseorang berpuasa pada tanggal 15 Syakban, maka
boleh baginya puasa tanggal 16. Jika boleh puasa tanggal 16, maka boleh
baginya puasa tanggal 17, dan seterusnya sampai akhir bulan. Namun jika
terputus dengan tidak puasa 1 hari, misalkan tanggal 18 Syakban kemudian
dia tidak berpuasa, maka tanggal 19 dan seterusnya dia tidak boleh
berpuasa lagi.
# Syarat Sah Puasa
Artinya, jika sudah terpenuhi syarat-syarat 4 (empat) di bawah ini sah puasanya, yaitu:
1. Islam
Dengan demikian dia harus terus dalam keadaan Islam sepanjang siang,
jika sampai murtad / keluar dari agama Islam –na’udzubillah- meskipun
hanya sekejap, maka puasanya batal.
2. Berakal
Disyaratkan sepanjang hari itu dia harus terus dalam keadaan berakal.
Jika seumpama sekejap saja dia gila, maka puasanya batal. Adapun
hilangnya akal karena pingsan atau mabuk, akan dibahas secara terperinci
pada pembahasan tentang hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
3. Tidak haid atau nifas.
Dengan demikian, bagi orang wanita yang ingin berpuasa, dia harus suci
dari haid dan nifas sepanjang siang. Jika keluar darah haid pada akhir
siang (meskipun waktu berbuka tinggal sekejap saja), maka puasanya
batal. Begitu juga jika dia suci / terputus haidnya di siang hari,
kemudian dia berniat puasa, maka puasanya tersebut tidak sah, namun
disunnahkan baginya untuk menahan diri dari hal yang bisa membatalkan
puasa (dengan tanpa niat untuk berpuasa).
4. Mengetahui bahwa di hari itu dia boleh berpuasa.
Artinya, bukan di hari yang dilarang untuk berpuasa, sebagaimana telah dibahas.
# Syarat Wajib Puasa
Artinya, jika sudah terpenuhi 5 (lima) syarat ini, seseorang wajib berpuasa, yaitu:
1. Islam
Dengan demikian, orang kafir tidak dituntut di dunia untuk berpuasa.
Adapun orang murtad, dia wajib meng-qadla puasa yang ditinggalkan saat
dia murtad, jika dia sudah kembali lagi masuk Islam.
2. Mukallaf
Yaitu baligh dan berakal. Adapun anak kecil, wajib bagi walinya (orang
tua, kakek, dsb) untuk menyuruhnya berpuasa saat dia berumur 7 tahun.
Jika sudah berumur 10 tahun tidak mau berpuasa, sang wali wajib
memukulnya jika hal tersebut memungkinkan.
3. Mampu
Baik secara indrawi maupun syar’i. Mampu secara indrawi maksudnya bukan
orang yang sangat tua, atau sakit parah yang sulit sembuh. Mampu secara
syar’i, artinya bukan orang yang sedang haid atau nifas.
4. Sehat
Karena itu orang yang sakit tidak wajib berpuasa.
Ukuran sakit yang menjadikannya boleh tidak berpuasa: sekira jika
tetap berpuasa, dikhawatirkan sakitnya tambah parah, atau sembuhnya
menjadi lama.
5. Muqim
Dengan demikian, puasa tidak wajib bagi orang yang sedang bepergian jauh
(minimal 82 KM) dan perjalanannya merupakan perjalanan yang
mubah/boleh, bukan untuk maksiat. Disyaratkan pula, dia berangkat
sebelum terbitnya fajar.
Hukum yang afdhal bagi musafir adalah tetap berpuasa, jika tidak
membahayakan dirinya. Jika membahayakan, maka diutamakan untuk tidak
berpuasa.
# Rukun-Rukun Berpuasa
Ada 2 (dua), yaitu:
1. Niat, baik puasa sunnah maupun puasa wajib. Niat wajib untuk
dilakukan setiap hari. Dan disunnahkan pada awal bulan Ramadhan untuk
berniat puasa selama sebulan.
Niat puasa wajib, harus dilakukan pada malam hari. Waktunya sejak
matahari terbenam (maghrib) dan berakhir hingga terbenamnya fajar
(subuh). Adapun niat puasa sunnah, waktunya berakhir hingga waktu
dzuhur. Dengan demikian, niat puasa sunnah, sah dilakukan meski setelah
terbitnya fajar, namun dengan 2 (dua) syarat:
1. Niat tersebut dilakukan sebelum masuk waktu Dzuhur.
2. Sejak terbitnya fajar sampai masuk waktu
Dzuhur tidak melakukan sesuatu pun yang dapat membatalkan puasa, seperti
makan, minum, dan sebagainya.
Lafadz niat adalah: “Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa-i fardli syahri
Ramadlaana li haadzihis sanati lillaahi ta’aala” (saya niat berpuasa
besok untuk menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah
Ta’ala).
# Kewajiban Puasa Ramadhan
Wajib Puasa Ramadhan setelah didapati salah satu dari 5 (lima) hal. Dua hal bersifat umum, dan tiga hal bersifat khusus.
Adapun dua hal yang bersifat umum adalah:
1. Setelah sempurnanya bulan Syakban 30 hari.
2. Terlihatnya bulan/hilal dengan persaksian dari seorang yang adil
(bukan fasiq), lelaki, merdeka, rasyid (bijaksana), tidak tuli, tidak
buta, sadar, tidak melakukan dosa besar, tidak punya kebiasaan selalu
melakukan dosa kecil, taatnya lebih banyak dari pada maksiatnya.
Maksud “bersifat umum” adalah: wajib puasa bagi seluruh penduduk
wilayah tersebut, juga bagi orang yang berada dalam satu mathla’ (terbit
dan terbenamnya matahari waktunya sama), ini menurut pendapat Imam
Nawawi. Sedang menurut Imam Rafi’i, wajib atas penduduk yang berada di
wilayah tersebut dan juga penduduk yang berada sampai sepanjang jarak
qashar (82 Km).
Adapun tiga hal yang bersifat khusus adalah:
1. Dengan melihat hilal, maka wajib bagi orang tersebut untuk berpuasa, meski dia orang yang fasiq.
2. Seseorang diberitahu tentang terlihatnya hilal. Dalam hal ini ada 2 (dua) kemungkinan:
- Jika pembawa berita adalah orang yang dapat dipercaya, wajib
puasa di hari itu, baik yang menerima berita yakin dengan kebenaran
beritanya atau tidak.
- Jika pembawa berita bukan orang yang dapat dipercaya, maka
tidak wajib puasa hari itu, kecuali jika si penerima berita yakin dengan
kebenaran beritanya.
3. Dengan sangkaan yang merupakan hasil ijtihad, seperti mendengar
semacam petasan atau ‘blenggur’ yang biasanya digunakan untuk menandai
masuknya bulan Ramadhan.
#Sunnah-Sunnah Berpuasa dan Bulan Ramadhan
1. Mempercepat (ta’jil) buka puasa jika sudah yakin masuk waktu
berbuka (yakni terbenamnya matahari). Jika ragu, maka dia harus
berhati-hati dengan menunda sebentar buka puasa sampai merasa yakin
dengan masuknya waktu berbuka.
2. Sahur, walaupun dengan seteguk air. Masuk waktu sahur mulai pertengahan malam.
3. Mengakhirkan sahur di akhir malam. Disunnahkan untuk berhenti
makan sebelum terbitnya fajar seukuran membaca 50 ayat (seperempat jam).
4. Berbuka dengan kurma muda (ruthab), jika tidak ada maka dengan
kurma, jika tidak ada maka dengan air zamzam, jika tidak ada maka dengan
air biasa, jika tidak ada maka dengan makanan manis yang masak tanpa
menggunakan api (seperti madu atau kismis), jika tidak ada maka makanan
manis yang masak dengan api.
5. Berdoa saat berbuka, lafadz yang terpendek adalah: “Allahumma laka shumtu, wa bika aamantu, wa ‘ala rizqika afthartu”.
6. Memberi makan untuk orang yang berbuka.
7. Jika berhadats besar, disunnahkan mandi janabah / mandi besar sebelum terbit fajar.
8. Mandi di malam hari setiap ba’da Maghrib di bulan Ramadhan,
supaya lebih giat untuk qiyamul lail (tarawih, tadarrus, dll).
9. Senantiasa melaksanakan shalat Tarawih selama bulan Ramadhan.
10. Senantiasa melaksanakan shalat Witir. Shalat Witir pada bulan Ramadhan mempunyai kekhususan hukum yaitu:
a. Disunnahkan untuk dilaksanakan secara berjama’ah.
b. Disunnahkan bagi imam untuk memperkeras bacaan.
c. Disunnahkan untuk membaca qunut pada separuh kedua bulan Ramadhan.
11. Memperbanyak bacaan Alquran.
12. Memperbanyak melakukan kesunnahan-kesunnahan, seperti shalat Rawatib, shalat Dhuha, shalat Tasbih, dan sebagainya.
13. Memperbanyak amal-amal shalih, seperti shadaqah, shilaturrahmi,
menghadiri majlis taklim/pengajian, i’tikaf, umrah, menjaga hati dan
anggota tubuh dari perbuatan maksiat, memperbanyak doa, dan sebagainya.
14. Lebih meningkatkan semangat ibadah pada 10 hari terakhir, mengejar
lailatul qadar pada malam-malam tersebut, terutama pada tanggal-tanggal
ganjilnya.
15. Lebih memperbanyak dalam menafkahi keluarganya.
16. Meninggalkan banyak bergurau, terutama yang mengandung ejekan. Jika
diejek oleh seseorang, harus segera ingat bahwa dirinya sedang
berpuasa.
# Hal-Hal yang Dimakruhkan dalam Berpuasa, ada 8 (delapan):
1. Mengunyah sesuatu tanpa ada yang sampai ke tenggorokan (jika ada yang sampai ke tenggorokan, puasanya batal).
2. Menyicipi makanan tanpa ada perlunya, (dengan syarat tidak
ada makanan yang sampai ke tenggorokan, jika ada, puasanya batal).
Adapun jika ada hajat, seperti untuk merasakan makanan, hukumnya tidak
makruh.
3. Hijamah (cantuk), yaitu mengeluarkan darah kotor, karena bisa menyebabkan tubuh menjadi lemah.
4. Membuang (“nglepeh”) air dari mulut saat berbuka, karena bisa menghilangkan barakah puasa.
5. Mandi dengan cara berendam, walaupun mandinya merupakan mandi wajib.
6. Siwak / gosok gigi setelah Dzuhur, karena bisa menghilangkan bau mulut. Menurut Imam Nawawi, hukumnya tidak makruh.
7. Terlalu kenyang saat berbuka atau sahur, dan banyak tidur,
serta melakukan perbuatan yang tidak semestinya. Karena hal tersebut
bisa menghilangkan hikmah puasa.
8. Melakukan keinginan-keinginan yang mubah (boleh), yang
biasanya dilakukan oleh indra penciuman (hidung), indra penglihatan
(mata), indra pendengaran (telinga), dan sebagainya.
# Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa, terbagi menjadi 2 (dua) macam:
I. Membatalkan pahala puasa, ada 6 (enam):
1. Ghibah, yaitu menyebutkan sesuatu tentang seseorang ketika orang
tersebut tidak ada, sekiranya dia mendengar, dia akan merasa tidak suka,
walaupun isi pembicaraan itu benar adanya.
2. Namimah, yaitu menyebarkan berita dengan tujuan terjadinya fitnah.
3. Bohong.
4. Melihat sesuatu yang diharamkan, atau melihat sesuatu yang halal namun dengan syahwat.
5. Sumpah palsu.
6. Berkata keji, atau melakukan perbuatan keji.
II. Membatalkan puasa, baik membatalkan pahalanya maupun puasa itu sendiri (karenanya wajib qadla):
1. Murtad, yakni keluar dari Islam, baik dengan niat dalam hati,
perkataan, perbuatan, walaupun perbuatan murtad tersebut sekejap saja.
2. Haid, nifas, atau melahirkan, walaupun sekejap saja di siang hari.
3. Gila, walaupun sebentar saja.
4. Pingsan dan mabuk (jika memakan waktu sepanjang siang). Adapun
jika siuman, walaupun sebentar saja, menurut Imam Ramli sah puasanya.
Menurut Ibnu Hajar, batal puasanya jika mabuknya disengaja, walaupun
cuma sebentar.
5. Berhubungan badan, dengan sengaja, tahu bahwa hukumnya haram, dan tidak dipaksa.
Jika seseorang ‘merusak’ puasanya di bulan Ramadhan, di siang hari,
dengan berhubungan badan ‘secara sempurna’ (masuknya kelamin laki-laki
ke kelamin wanita), dengan melakukan itu dia berdosa karena dia sedang
berpuasa (artinya, bukan sedang bepergian jauh dan mubah, dan bukan
karena perbuatan zina dalam perjalanan itu), maka wajib atasnya
‘menerima’ 5 (lima) dampak:
1. Dia berdosa
2. Wajib untuk tetap tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa (makan, minum, dsb)
3. Wajib di-ta’zir, yaitu menerima hukuman dari hakim/pemerintah, jika dia tidak bertaubat.
4. Wajib meng-qadla puasanya.
5. Wajib melakukan kaffarah ‘udzma, yaitu salah satu dari 3 hal
(secara berurutan, artinya, tidak boleh pindah ke urutan kedua jika
mampu melakukan urutan pertama), yaitu:
a. Membebaskan budak muslim, atau
b. Puasa dua bulan berturut-turut, atau
c. Memberi makanan 60 orang miskin, setiap orang miskin satu mud.
Catatan:
- Kaffarah ini wajib atas orang laki-laki, tidak atas wanita,
karena dengan masuknya kelamin laki-laki, sang wanita sudah menjadi
batal puasanya.
- Kaffarah terulang dengan terulangnya hari. Artinya, jika dia
melakukan hubungan badan tersebut, misalkan, selama dua hari, maka dia
wajib membayar kaffarah dua kali.
6. Sampainya suatu benda (bukan angin yang tidak berwujud atau
aroma rasa) ke tempat makanan dan obat (tenggorokan, lambung, otak, dsb)
melalui lobang terbuka dalam tubuh.
Dengan demikian, tidak mengapa, misalkan, ada benda masuk melalui
lobang yang tidak terbuka, seperti minyak yang masuk melalui pori-pori
kulit. Menurut Madzhab Syafi’i, semua lobang adalah terbuka, kecuali
mata.
# Jika seseorang puasanya batal, maka apa yang diwajibkan atasnya?
Ada 4 (empat) macam hukum:
1. Wajib meng-qadla dan membayar fidyah, yaitu bagi dua kelompok orang:
a. Bagi orang yang tidak berpuasa karena mengkhawatirkan
keselamatan atau kesehatan orang lain, seperti orang hamil yang
menghawatirkan kondisi janinnya, atau wanita menyusui yang
menghawatirkan kondisi bayi yang disusuinya.
Adapun jika dia menghawatirkan kondisinya sekaligus menghawatirkan
kondisi janin/bayinya, maka hanya diwajibkan untuk meng-qadla saja,
tanpa membayar fidyah.
b. Bagi orang yang mempunyai kewajiban meng-qadla, namun
hingga datang bulan Ramadhan lain, dia belum juga meng-qadla, dengan
tanpa adanya udzur/halangan.
Fidyah adalah satu mud tiap harinya, dari makanan pokok suatu daerah
(beras, gandum, sagu, atau yang lain). Fidyah berulang dengan
berulangnya tahun. Artinya, jika lewat Ramadhan sampai dua kali dia
tidak meng-qadla puasanya, maka tiap hari di mana dia meninggalkan
puasa, dia wajib membayar dua mud, demikian seterusnya.
2. Wajib qadla, tanpa membayar fidyah, yaitu bagi orang yang
pingsan, atau lupa niat, atau sengaja membatalkan puasa, bukan dengan
cara bersetubuh (karena dengan bersetubuh, ada pembahasan hukum
tersendiri).
3. Wajib fidyah, tanpa wajib qadla, yaitu bagi orang yang sangat tua, dan orang sakit yang sulit diharapkan kesembuhannya.
4. Tidak wajib membayar fidyah, juga tidak wajib qadla, seperti orang gila yang kegilaanya tidak disengaja.
# Beberapa keadaan diwajibkan untuk qadla, namun tetap harus
meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa (makan, minum, dll) sampai
Maghrib, ada 6 keadaan, yaitu:
1. Bagi orang yang sengaja membatalkan puasanya.
2. Bagi orang yang tidak niat di malam hari, meskipun karena lupa.
3. Bagi orang yang sahur karena mengira masih malam / belum terbit fajar, ternyata tidak.
4. Bagi orang yang berbuka puasa karena mengira sudah Maghrib, ternyata belum.
5. Bagi orang yang tidak berpuasa karena mengira / meyakini masih tanggal 30 Syakban, ternyata hari itu sudah masuk Ramadhan.
6. Bagi orang yang kemasukan air karena perbuatan yang tidak
disyari’atkan (tidak diperintahkan oleh syariat), seperti berkumur,
memasukkan air ke hidung, atau mandi untuk menyegarkan badan.
# Beberapa kondisi yang tidak membatalkan puasa, walaupun
kemasukan benda lewat lobang yang terbuka dalam tubuh, ada 7, yaitu:
1. Karena lupa.
2. Karena tidak mengetahui bahwa hal itu dapat membatalkan puasanya, dan
ketidakmengertiannya memang termasuk udzur (sebagaimana telah
dijelaskan).
3. Karena dipaksa (tentang syarat hukum paksaan, telah dijelaskan dalam Bab Shalat).
4. Karena kemasukan melalui aliran ludah yang ada di antara gigi-giginya.
5. Karena kemasukan debu jalan.
6. Karena kemasukan hamburan ayakan tepung atau sejenisnya.
7. Karena kemasukan lalat yang terbang atau sejenisnya.
Source : http://hafez.wordpress.com/2008/08/30/fiqih-puasa/
0 komentar:
Post a Comment